A.
Bahasa
Aceh merupakan
salah satu provinsi yang ada di Indonesia dan luas wilayahnyapun tidak terlalu
besar juga, namun demikian provinsi aceh memiliki beragam bahasa kebudayaan. Bahasa
kebudayaan di provinsi aceh akan kita bahas sebagai berikut ini.
1.
Bahasa
Alas
Orang Alas
berasal dari kabupaten Aceh Tenggara yang disebut Tanah Alas. Kata “alas”
sendiri dalam bahas Gayo berarti “tikar”, dan nama ini ada hubungannya dengan
keadaan wilayah pemukiman orang Alas yang terbentang luas seperti tikar
terkembang di sela-sela Bukit Barisan. Jumlah penduduknya diperkirakan sekitar
90.000 jiwa lebih.
Sebagai alat komunikasi sehari-hari orang Alas menggunakan bahasa sendiri, yaitu bahasa Alas. Penggunaan bahasa ini dibedakan atas beberapa dialek, seperti dialek Hulu, dialek Tengah, dan dialek Hilir. Dengan demikian orang Alas dibedakan berdasarkan penggunaan dialek bahasa tersebut.
Sebagai alat komunikasi sehari-hari orang Alas menggunakan bahasa sendiri, yaitu bahasa Alas. Penggunaan bahasa ini dibedakan atas beberapa dialek, seperti dialek Hulu, dialek Tengah, dan dialek Hilir. Dengan demikian orang Alas dibedakan berdasarkan penggunaan dialek bahasa tersebut.
halus
|
Sedang
|
kasar
|
indonesia
|
Medaun
|
mangan
|
numbai
|
Makan
|
batang
ruang
|
Bilek
|
kasmedun
|
Kamar
|
nadingken
|
Mate
|
manggil
|
Mati
|
metempat
|
Kawin
|
mijudu
|
berumah
tangga
|
2.
Bahasa
Aneuk Jamee
Sukubangsa
Anak Jamek atau Aneuk Jamee di kecamatan Samadua dan Manggeng, Kabupaten Aceh
Selatan. Jumlah populasinya diperkirakan sekitar 14.000 jiwa. Aneuk Jamee dalam
bahasa Aceh secara harfiah berarti “anak tamu” atau pendatang.
Dilihat dari segi bahasa, kosa kata bahasa Aneuk Jamee yang berasal dari bahasa Minangkabau lebih dominasi daripada kosa kata bahasa Aceh. Penggunaan bahasa Aneuk Jamee dibedakan atas beberapa dialek, antara lain dialek samadua dan dialek Tapak Tuan.
Pengucapan dalam bahasa jamee :
Dilihat dari segi bahasa, kosa kata bahasa Aneuk Jamee yang berasal dari bahasa Minangkabau lebih dominasi daripada kosa kata bahasa Aceh. Penggunaan bahasa Aneuk Jamee dibedakan atas beberapa dialek, antara lain dialek samadua dan dialek Tapak Tuan.
Pengucapan dalam bahasa jamee :
“ Ambo kinin
tangah sakola “
keterangannya: Ambo (saya) kinin (kini/sekarang)
tangah(sedang) sakola (sekolah).
3.
Bahasa
Gayo
Orang
Gayo berdiam di Kabupaten aceh Tengah, sebagian lain di Kabupaten Aceh Tenggara
dan Aceh Timur, terutama di sekitar Danau Laut Tawar. Tempat bermukim orang
Gayo disebut tanoh Gayo (Tanah gayo). Diperkirakan jumlah orang Gayo seluruhnya
sekitar 120.000 jiwa.
Bahasa
Gayo digunakan dalam percakapan sehari-hari. Penggunaan bahasa gayo dibedakan
atas beberapa dialek, seperti dialek Gayo Laut yang terbagi lagi menjadi
sub-dialek Lut dan Deret, dan dialek Gayo Luwes yang meliputi sub-dialek Luwes,
Kalul, dan Serbejadi.
4.
Bahasa
Simeuleu
Sukubangsa
ini mendiami Pulau Simeuleudi Kabupaten Aceh Barat. Jumlah penduduknya sekarang
diperkirakan sekitar 60.000 jiwa. Pulau ini dikenal pula dengan nama pulau Ue atau pulau kelapa, karena
daerah ini banyak-banyak menghasilkan kelapa. Nama Simeuleu dalam bahasa Aceh
berarti “cantik”. Pulau Simeuleu dikenal dengan nama Simalur dan Simalul.
5.
Bahasa
Tamiang
Orang
Tamiang mendiami beberapa kecamatan di Kabupaten Aceh Timur, yang dahulu
merupakan wilayah administratif Kawedanan Tamiang. Diperkirakan saat ini orang tamiang berjumlah sekitar
125.000 jiwa lebih.
Orang
Tamiang memiliki bahasa sendiri, yaitu bahasa Tamiang, yang kebanyakan kosa
katanya mirip dengan bahasa melayu. Bahkan ada yang mengatakan, bahwa bahasa
Tamiang merupakan salah satu dialek dari bahasa Melayu. Bahasa Tamiang ditandai
oleh mengucapkan huruf R menjadi Gh, misalnya kata “orang” dibaca menjadi
oghang. Sementara itu huruf Tsering C, misalnya kata “tiada”dibaca “ciade”.
6.
Bahasa
Gumbak Cadek
Sukubangsa
ini dikenal pula dengan nama orang Muslim Gunung Kong atau Orang Cumbok. Dalam
pergaulan sehari-hari orang Gumbak Cadek menggunakan suatu bahasa yang
merupakan gabungan dialek Aceh Gayo.
B.
Sistem
Teknologi dan Peralatan
Orang Aceh terkenal sebagai prajuri-prajurit tangguh penentang penjajah,
dengan bersenjatakan rencong, ruduh (kelewang), keumeurah paneuk (bedil
berlaras pendek), peudang (pedang), dan tameung (tameng). Senjata-senjata
tersebut umumnya dibuat sendiri.
Sampai
sekarang modernisasi dalam bidang teknologi banyak kelihatan, terutama pada
masyarakat yang tinnggl di pedalaman. Namun demikian, akhir akhir ini telah
mulai ada reaksi terhadap anjuran anjuran pemerintah untuk menggunakan
teknologi modern dalam hal pertanian, seperti pupuk buatan, penyemprotan hama
dan lain sebagainya.
Mereka juga
memiliki pabrik pabrik perinduustrian yang di dunakan untuk mengolah hasil
hasil perkebunan mereka seperti hasil perkebunan kelapa sawit, tebu, tembakau,
karet dan lain sebaginya sehingga dapat dikatakkan bahwa teknologi yang mereka
miliki saat ini tidak kalah dengan daerah daerah yang lain bahkan juga bisa
dikatakan lebih maju dari daerah daerah yang lain.
Dengan
singkat, potensi untuk pembangunan daerah orang aceh, yang untuk sementara
terletak dalam sektor pertanian, cukup ada. Sedangkan untuk sektor sektor
peruamahan penduduk atau pembangunan itu perlu ditingkatkan.
C.
Sistem
Mata Pencaharian (perekonomian)
Sejak
zaman dahulu provinsi Nanggroe Aceh Darusalam merupakan salah satu provinsi
terkaya di indonesia. Kesuburan tanahnya telah menghasilkan berbagai komudotas
pertanian unggulan. Misalnya, padi sayur sayuran dan buah buahan. Bahkan
kabupaten aceh utara telah menjadi lumbung padi di provinsi tersebut.
1. Bercocok
Tanam
Sehingga
dengan demikian kebanyakan orang orang Aceh umumnya hidup sebagai petani. Sektor
perkebunan memberi hasil yang melimpah. Hasil perkebunan tersebut diantaranya
tembakau, kelapa sawit, kopi, karet, kapuk, lada, tebu, tembakau, nilam, kcang
mede dan pinang. Daerah perkebunan utamanya terdapat di daerah kebupaten aceh
timur. Dikabupaten ini pula dikembangkan industri indutri perkebunan.
2. Peternakan
Sapi dan Kerbau
Peternakan
sapi dan kerbau banyak dilakukan penduduk di Aceh. Hampir setiap rumah penduduk
kelihatanya memiliki sapi maupun kebau. Kebanyakan dari peternak peternak itu
mempunyai tugas khusus untuk menarik bajak, sedangkan funsi lainya adalah
sekedar untuk desembelih maupun dijual.
3. Berdagang.
Perdagangan merupakan
aktivitas terpentig masyarakat aceh. Yang menjadi objek perdagangan adalah
hasil sawah yang berupa padi dan binatang
ternak seperti sapi dan kerbau. Dari penjualan padi itu mereka belikan
bermacam macam kebutuhan lain. Bagi yang mempunyai hasil ladang, hasilnya itu
mereka jadikan sebagai alat untuk menambah ppenghasilan. Mata uang boleh
dikatakan telah mereka kenall sejak dulu. Pada ssaat ini mereka tellah dapat
mempergunakan bank sebagai tempat penyimpanan uang dan telah mengenal sistem
pembayaran dengan menggunakan cek.
4. Perindustri
Perindustrian
juga sudah sejak lama dibangun di Aceh. Industri pupuk juga telah lama
berkembang dan sekarang menjadi salah satu indtri terbesar di Aceh. Pupuk yang
dihasilkan itu seperti pupuk AAF dan PIM. Selain itu, terdapat pula ribuan
indutri rumah tangga. Dikabupaten aceh timur terdapat beberapa kawasa indutri.
Industri yang dikembangkan antara lain indutri kayu lapis, pabrik lem, pabrik
kertas, pabrik minyak kelapa sawit dan pengolahan hasil bumi lainya.
5. Nelayan
Diprovinsi
ini juga ada kawasan perairan yang kaya akan sumber daya ikan. Sepanjang pantai
timur, pantai uutara dan pantai barat merupakan perairan potensial untuk
wilayah perikanan. Hasil hasil perikanannya berupa ikan air laut, ikan air
tawar dan udang. Sehingga sebagian dari mereka juga bermata pencaharian sebagi
nelayan.
Kekayaan
provinsi nanggroe aceh darusalam tidak terlepas dari kandungan bahan mineral
yang terdapat di provinsi ini. Minyak mentah, gas alam cair, emas dan perak
merupakan kekayaan bumi nanggroe aceh darusalam. Gas alam cair ditemukan
dikabupaten aceh utara tepatnya di Arun Lhokseumawe. Gas alam cair ini telah
diolah oleh PT Arun LNG. Industri pengolahan gas alam cair ini telah
berlangsung sejak 1974.
D.
Sistem
Organisasi Sosial
1.
Sistem
Kekerabatan
Dalam sistem kekerabatan, bentuk kekerabatan yang terpenting adalah
keluarga inti dengan prinsip keturunan bilateral. Adat menetap sesudah menikah
bersifat matrilokal, yaitu tinggal di rumah orangtua istri selama beberapa
waktu. Sedangkan anak merupakan tanggung jawab ayah sepenuhnya.
Dalam sistem kekerabatan tampaknya terdapat kombinasi antara budaya
Minangkabau dan Aceh. Garis keturunan diperhitungkan berdasarkan prinsip
bilateral, sedangkan adat menetap sesudah nikah adalah uxorilikal (tinggal
dalam lingkungan keluarga pihak wanita). Kerabat pihak ayah mempunyai kedudukan yang kuat dalam hal
pewarisan dan perwalian, sedangkan ninik mamak berasal dari kerabat pihak ibu.
Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga inti yang disebut rumah
tangga. Ayah berperan sebagai kepala keluarga yang mempunyai kewajiban memenuhi
kebutuhan keluarganya. Tanggung jawab seorang ibu yang utama adalah mengasuh
anak dan mengatur rumah tangga.
2.
Sistem
Pelapisan Sosial
Pada masa lalu masyarakat Aceh mengenal beberapa lapisan sosial. Di
antaranya ada empat golongan masyarakat, yaitu golongan Keluarga Sultan,
Golongan Uleebalang, Golongan Ulama, dan Golongan Rakyat Biasa. Golongan
keluarga sultan merupakan keturunan bekas sultan-sultan yang pernah berkuasa.
Panggilan yang lazim untuk keturunan sultan ini adalah ampon untuk laki-laki,
dan cut untuk perempuan. Golongan uleebalang adalah orang-orang keturunan
bawahan para sultan yang menguasai daerah-daerah kecil di bawah kerajaan. Biasanya
mereka bergelar Teuku. Sedangkan para ulama atau pemuka agama lazim disebut
Teungku atau Tengku.
Pada masa masyarakat Tamiang dikenal penggolongan masyarakat atas tiga
lapisan sosial, yakni ughang bangsawan, ughang patoot, dan ughang bepake.
Golongan pertama terdiri atas raja beserta keturunannya. yang menggunakan gelar
Tengku untuk laki-laki dan Wan untuk perempuan; golongan kedua adalah orangÂorang
yang memperoleh hak dan kekuasaan tertentu dari raja, yang memperoleh gelar
Orang (Kaya); dan golongan ketiga merupakan golongan orang kebanyakan.
3.
Sistem
Kemasyarakatan
Bentuk kesatuan hidup setempat yang terkecil disebut
gampong (kampung atau desa) yang dikepalai oleh seorang geucik atau kecik.
Dalam setiap gampong ada sebuah meunasah (madrasah) yang dipimpin seorang imeum
meunasah. Kumpulan dari beberapa gampong disebut mukim yang dipimpin oleh
seorang uleebalang, yaitu para panglima yang berjasa kepada sultan. Kehidupan
sosial dan keagamaan di setiap gampong dipimpin oleh pemuka-pemuka adat dan
agama, seperti imeum meunasah, teungku khatib, tengku bile, dan tuha peut
(penasehat adat).
E.
Sistem
Pengetahuan dan Pendidikan
Suku Aceh memiliki sistem pengetahuan yang mencangkup tentang fauna, flora,
bagian tubuh manusia, gejala alam, dan waktu. Mereka mengetahui dan memiliki
pengetahuan itu dari dukun dan orang tua adat.
Pendidikan agama di aceh merupakan
pendidikan yang universal bagi setiap anak sejak umur 7 tahun. Pertama
mengikuti pendidikan di meunasah (madrasah). Setelah di Maadrasah merka
melanjutkan di pesantren sampai berumur 15 tahun keatas.
Disamping pendidikan agama
disediakan juga pendidikan umum, yang dimaksudkan pendidikan yang berada
dibawah pengawasan departemen pendidikan dan kebudayaan. Pendidikan umum sudah
ada sejak jaman belanda dan lebih meningkat sejak kemerdekaan indonesia. Sejak
itu di Aceh setiap mukim didirikan sebuah sekolah dasar sedangkan disetiapp
kecamatan didirikan sekolah menengah pertama, kemudia sejak tahun 1957 di
dirikan sekolah menengah atas dikabupaten kabupaten. Sedangkan untuk
melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi (perguruan tinggi) kebanyakan dari
mereka pergi ke Jawa. Sebagian yang lain melanjutkan di Unversitas Sjah Wuala
yang berdiri dari tahun 1959.
F.
Sistem
Religi
Aceh termasuk salah satu
daerah yang paling awal menerima agama Islam. Oleh sebab itu propinsi ini
dikenal dengan sebutan "Serambi Mekah", maksudnya "pintu
gerbang" yang paling dekat antara Indonesia dengan tempat dari mana agama
tersebut berasal. Agama islam lebih
menonjol dalam segala bentuk dan manivestasi di dalam masyarakat, biarpun
pengaruh adat tidak hilang sama sekali. Pengaruh agama terhadpa kehidupan
masyarakat sangat berhubungan dengan kerohanian dan kepribadian seseorang yang
mempengaruhi sifat kekeluargaan seperti pernikahan, harta waris, dan kematian.
Dengan berlakunya syariah islam di Aceh, maka seluruh pelanggaran antara
orang-orang maupun golongan lebih banyak diputuskan berdasarkan hukum islam.
Walaupun orang Aceh hampir semuanya beragama islam
namun terdapat juga gereja di Aceh. Gereja-gereja ini umumnya didirikan oleh
Belanda dan sedikit adanya gereja-gereja baru. Catatan resmi tentang jumlah
gereja di Aceh tidak ada. Kecuali catatan tahun 1954 yang menyatakan jumlah
gereja di Aceh 36 buah.
G.
Kesenian
Wilayah Aceh
kaya akan tradisi dan budaya. Lagu daerahnya yaitu “Piso Suri” Bungong Jeumpa”.
Tarian dari daerah ini antara lain tari Seudati, tari Saman, tari Meusekat,
tari Ular-Ular , tari Guel Randai. Tari Seudati merupakan tari yang paling
terkenal, bahkan ke mancanegara. Tari ini dimainkan oleh beberapa orang.
Keunikan tarian ini yaitu ketangkasan, kecepatan, dan kekompakan para
penarinya.
Seni hias khas
Aceh yaitu bentuk pilin berganda. Seni hias ini biasa digunakan pada ukiran
kain tenun. Bentuk pilin berganda terdiri atas susunan lima huruf. Senjata
tradisionalnya yaitu Rencong. Pegangan rencong biasanya terbuat dari besi yang
bertulisan ayat-ayat Alquran. Selain rencong, terdapat pula kesenian
tradisional lainnya, yaitu Pedang Daun tebu (digunakan oleh panglima perang)
dan Rendeuh (digunakan prajurit).
Rumah adat
daerah aceh adalah rumoh aceh. Rumoh aceh inii berbentuk Rumah Panggung yang
terbuat dari kayu meranti. Rumoh aceh terdiri atas tiga serambi yaitu Seuramoe keu (Serambi deoan), rumah inong (serambi tengah), dan seuramoe likot (serambi belakang).
Selain itu, terdapat pula rumah adat untuk menyimpan padi (lumbubg padi), yaitu
krong pade atau berandang. Selain itu, ada juga makanan khas. Makanan kas tersebut
antara lain gulai, timpan, daging masak pedas, dan masak udang cumi.
Boleh lah lumayan juga artikel nya
BalasHapushttp://www.marketingkita.com/2017/08/pengertian-retailer-secara-umum-dalam-ilmu-marketing.html