KESALAHPAHAMAN
DALAM
BIMBINGAN
DAN KONSELING
Disusun
Oleh :
Muhammad
Sucahyo (A510120235)
Esti
Nur S (A510120211)
Maya
Exanti (A510120226)
Ibnu
Nasrulloh (A510120213)
Farida
Rahmawati (A510120227)
PROGRAM S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
PEMBAHASAN
Penyelenggaraan bimbingan konseling sudah sejak lama
dijalankan bahkan disetiap jenjang pendidikan ada penyampaian dan penerapan
bimbingan koseling ini. Pemahaman orang dalam melihat bimbingan dan konseling,
baik dalam tatanan konsep maupun praktiknya, sangat mengganggu terhadap
pencitraan dan laju pengembangan profesi ini. Kekeliruan pemahaman ini tidak
hanya terjadi dikalangan orang-orang yang berada diluar bimbingan dan konseling
tetapi juga banyak ditemukan dikalangan orang-orang terlibat langsung dengan
bimbingan dan konseling. Di samping itu, literature yang memberikan wawasan,
pengertian, dan berbagai seluk beluk teori dan praktek bimbingan dan konseling
yang dapat memperluas dan mengarahkan pemahaman mereka itu juga masih sangat
terbatas. Melihat hal tersebut, maka tak heran bila dalam kenyataannya masih
banyak terjadi kesalahpahaman tentang bimbingan dan konseling. Kesalahpahaman
yang sering diumpai di lapangan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Bimbingan dan konseling disamakan
saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan
Ada dua pendapat yang ekstern
berkenaan dengan pelayanan bimbinngak dan konseling:
a. Bimbingan dan konseling sama saja
dengan pendidikan. Paradigma ini menganggap bahwa pelayanan khusus bimbingan
dan konseling tidak disekolah. Akibatnya sekolah cenderung mengutamakan
pengajaran dan mengabaikan aspek aspeklain dari pendidikan serta serta tidak
melihat sama sekali pentingnya bimbingan dan konseling.
b. Pelayanan bimbingan dan konseling
harus benar benar dilaksanakan secara khusus oleh tenaga yang benar benar ahli
dengan perlengkapan (alat, tempat dan sarana) yang benar benar memenuhi syarat.
Untuk menjadi konselor yang baik, seseorang perlu menguasai keterampilan dasar,
bai kerampilan pribadi dalam memberikan konseling maupun kematangan dalam
penyusunan program bimbingan dan konseling disekolah.
2. Konselor disekoalah dianggap sebagai
polisi sekolah
Konselor
ditugaskan mencari mencarisiswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk
mengambil tindakan bagi siswa-siswi yang bersalah.konselor didoronguntuk
mencari bukti-bukti atau berusaha agar siswa mengaku bahwa ia telah berbuat
sesuatu yang tidak pada tempatnya atau kurang wajar, atau merugikan.
Berdasarkan pandangan itu , wajar bila siswa tidak mau datang kepada konselor
karena menganggap bahwa dengan datang kepada konselor berarti menunjukkan aib,
ia mengalami ketidakberesan tertentu, ia tidak dapat berdiri sendiri, ia telah
berbuat salah, atau predikat-predikat negative lainnya. Pada hal, sebaliknya
dari segenap anggapan yang merugikan itu disekolah konselor haruslah menjadi
teman dan kepercayaan siswa serta tempat pencurahan kepentingan siswa.
3. Bimbingan dan konseling semata mata
sebagai proses pemberian nasihat.
Bimbingan
dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian
nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan
konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan
klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Disamping
memerlukan pemberian nasihat, pada umumnya klien sesuai dengan masalah yang
dialaminya, memerlukan pula pelayanan lain seperti pemberian informasi,
penempatan dan penyaluran, konseling, bimbingan belajar, pengalihtangan kepada
petugas yang lebih ahli dan berwenang, layanan kepada orang tua siswa dan
masyarakat dan lain sebagainya.
4. Bimbingan dan konseling dibatasi
pada hanya menangani yang bersifat incidental.
Pada
hakikatnya pelayanan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas,
yaitu yang lalu, sekarang dan yang akan datang. Maka petugas BK harus terus
memasyarakatkan dan membangun suasana bimbingan dan konseling serta mempu
melihat hal hal tertentu yang perlu diolah ditanggulangi, diarahkan,
dibangkitkandan secara umum diperhatikandemi perkembangan individu.
5. Bimbingan dan konseling dibatasi
hanya untuk klien klien tertenntu saja.
Bimbingan
dan konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau siswa
yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus
dapat melayani seluruh siswa (Guidance
and Caunseling For All). Setiap siswa berhak mendapatkan kesempatan
pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling
yang tersedia.
6. Bimbingan dan konseling melayani
orang sakit atau kurang normal
Bimbingan
dan konseling tidak melayani orang sakit atau kurang normal karena bimbingan
dan konseling hanya melayani orang-orang yang normal yang mengalami masalah.
Malalui bantuan psikologi yang diberikan konselor diharapkan orang tersebut
dapat terbebas dari masalah yang menghadapinya. Jika seseorang mengalami
keabnormalan tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter untuk
penyembuhannya
7. Bimbingan dan konseling bekerja
sendiri.
Pelayanan
bimbingan dan konseling bukan proses yang terisolasi, melainkan proses yang
sarat dengan unsur-unsur budaya, sosial, lingkungan. Oleh karnanya pelayanan
bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu berkerja sama
dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang
sedang dihadapi klien. Meisalnya, Disekolah masalah-masalah yang dihadapi siswa
tidak berdiri sendiri. Masalah itu sering kali terkait dengan orang tuan, guru,
dan pihak-pihak lain, terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah,
sekolah dan masyarakat sekitar.
8. Konselor harus aktif, sedangkan
pihak lain pasif.
Sesuai
dengan asas kegiatan, disamping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak
bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien harus secara langsung
aktif terlibat dalam proses tersebut. Jika kegiatan yang pada dasarnya bersifat
usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini konselor
maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat atau bahkan tidak berjalan
sama sekali.
9. Menganggap pekerjaan bimbingan dan
konseling da[at dilakukan siapapun.
Pekerjaan bimbingan dan konseling
dapat dilakukan oleh siapa saja, jika dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan
dapat dilakukan secara amatiran saja. Tapi jika pekerjaan bimbingan dan
konseling dilaksanakan berdasarkan prinsip-prisip keilmuan (mengikuti filosofi,
tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara
professional, maka pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.
10. Pelayanan bimbingan dan konseling
berpusat pada keluhan pertama saja.
Pada
umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala
atau keluhan awal yang disampaikan oleh klien. Namun demikian, jika
permasalahan itu dilanjutkan, dialami, dan dikembangkan, sering kali ternyata
bahwa masalah yang sebenarnya lebuh jauh, lebih luas dan lebih pelik apa yang
sekedar tampak atau disampaikan itu. Konselor tidak boleh terpukau oleh keluhan
atau masalah yang pertama yang disampaikan oleh klien. Konselor harus mampu
menyelami sedalam-dalamnya masalah klien yang sebenarnya.
11. Menyamakan pekerjaan bimbingan dan
konseling dengan pekerjaan dokter atau psikiater.
pekerjaan
bimbingan dan konseling tidak lah persis sama dengan pekerjaan dokter atau
psikiater. Dokter atau psikiater berkerja dengan orang sakit, sedangkan
konselor berkerja dengan orang yang normal(sehat namun sedang mengalami
masalah). Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual
dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan
konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual melalui
pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental / psikis, modifikasi perilaku,
teknik-teknik khas bimbingan dan konseling.
12. Menganggap hasil pekerjaan bimbingan
dan koseling harus segera dapat dilihat.
Usaha-usaha bimbingan dan konseling
bukanlah hal yang instant, tapi menyangkut aspek-aspek psikologi/mental dan
tingkah laku yang kompleks. Maka proses ini tidak bisa didesak-desakkan agar
cepat matang dan selesai.
Pendekatan ingin mencapai hasil segera
justeru dapat melemahkan proses itu sendiri. Ini bukan berarti bahwa usaha
bimbingan dan konseling boleh santai-santai saja menghadapi masalah klien,
karena proses bimbingan dan konseling adalah hal yang serius dan penuh
dinamika, maka harus wajar dan penuh tanggung jawab.
13. Menyamaratakan cara pemecahan
masalah bagi semua klien.
Segala cara yang dipakai untuk
mengatasi masalah harus disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang
terkait dengannya. Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan cara yang sama,
bahkan masalah yang sama sekalipun.
14. Memusatkan usaha bimbingan dan
konseling hanya pada penggunaan instrumentasi bimbingan dan konseling (misalnya
tes, inventori, angket, dan alat pengungkap lainnya).
Perlu diketahui bahwa perlengkapan
dan sarana utama yang pasti ada dan dapat dikembangkan pada diri konselor ialah
keterampial pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakan instrument (tes,
inventori, angket, dan sebagainya itu) hanyalah sekadar pembantu. Ketiadaan
alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, ataupun melumpuhkan sama
sekali usaha pelayanan bimbingan dan konseling.
15. Bimbingan dan konseling dibatasi
pada hanya mengenai masalah masalah yang ringan saja
Ukuran berat-ringanya suatu masalah
memang menjadi relative, seringkali masalah seseorang dianggap sepele, namun
setelah diselami lebih dalam ternyata masalah itu sangat kompleks dan berat.
Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari
lebih jauh ternyata hanya masalah ringan saja. Terlepas berat ringan yang paling penting bagi
konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas.
Ada
beberapa penyebap timbulnya kesalah pahaman dalam Bimbingan dan konseling
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kesalahpahaman-kesalahpahaman
diatas diakibatkan karena bidang BK masih tergolong baru dan merupakan produk
impor sehingga menyebabkan para pelaksanaannya dilapangan belum terlalu
mengetahui BK secara menyeluruh (Prayitno: Dasar-dasar bimbingan dan konseling,
2004).
2. Penyebabnya
dari konselor itu sendiri. Banyak yang bukan dari tamatan BK itu sendiri yang
menjadi pelaksanan BK, sehingga tidak efesiennya pelaksanaan BK dilapangan, dan
juga pelaksanaan yang belum efesin dari guru BK itu sendiri, tidak jelasnya
program yang akan dijalankan, baik program harian, mingguan, bulanan maupun
semesteran, walaupun dia dari tamatan BK itu sendiri.
3. Masih belum
disepakatinya penggunaan istilah Bimbingan dan Konseling itu sendiri, di
Indonesia masih ada yang menggunakan istilah pelayanan BP, BK,
dan konseling, dan ini juga
mempengaruhi persepsi masyarakat tentang pelayanan yang dilakukan oleh petugas
BK dilapangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs. Tohirin, M.Pd, Bimbingan dan
Konseling di Sekolah dan Madrasah, PT. Raja Grafindo, Jakarta 2007
Rubino Rubiyanto Dkk. 2008. Bimbingan Konseling SD. Surakarta :
BP-FKIP UMS
Tekla NH, S.Pd. Mengenal
Bimbingan Konseling. blogspot@www.google.com
terimaksih informasinya :)
BalasHapusyups sama sama 13mugilestari.blogspot.co.id
BalasHapussangat membantu terima kasih
BalasHapussangat membantu, tetapi tolong di perhatikan saat menulis karena banyak yang harus di perbaiki
BalasHapusMantap infonya sangatlah ilmiah
BalasHapuswww.duniaremaja.xyz