KESALAHPAHAMAN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

| Rabu, 15 Januari 2014
KESALAHPAHAMAN DALAM
BIMBINGAN DAN KONSELING





Disusun Oleh :
Muhammad Sucahyo            (A510120235)
Esti Nur S                               (A510120211)
Maya Exanti                          (A510120226)
Ibnu Nasrulloh                       (A510120213)
Farida Rahmawati                 (A510120227)





PROGRAM S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

PEMBAHASAN
Penyelenggaraan bimbingan konseling sudah sejak lama dijalankan bahkan disetiap jenjang pendidikan ada penyampaian dan penerapan bimbingan koseling ini. Pemahaman orang dalam melihat bimbingan dan konseling, baik dalam tatanan konsep maupun praktiknya, sangat mengganggu terhadap pencitraan dan laju pengembangan profesi ini. Kekeliruan pemahaman ini tidak hanya terjadi dikalangan orang-orang yang berada diluar bimbingan dan konseling tetapi juga banyak ditemukan dikalangan orang-orang terlibat langsung dengan bimbingan dan konseling. Di samping itu, literature yang memberikan wawasan, pengertian, dan berbagai seluk beluk teori dan praktek bimbingan dan konseling yang dapat memperluas dan mengarahkan pemahaman mereka itu juga masih sangat terbatas. Melihat hal tersebut, maka tak heran bila dalam kenyataannya masih banyak terjadi kesalahpahaman tentang bimbingan dan konseling. Kesalahpahaman yang sering diumpai di lapangan antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan
Ada dua pendapat yang ekstern berkenaan dengan pelayanan bimbinngak dan konseling:
a.       Bimbingan dan konseling sama saja dengan pendidikan. Paradigma ini menganggap bahwa pelayanan khusus bimbingan dan konseling tidak disekolah. Akibatnya sekolah cenderung mengutamakan pengajaran dan mengabaikan aspek aspeklain dari pendidikan serta serta tidak melihat sama sekali pentingnya bimbingan dan konseling.
b.      Pelayanan bimbingan dan konseling harus benar benar dilaksanakan secara khusus oleh tenaga yang benar benar ahli dengan perlengkapan (alat, tempat dan sarana) yang benar benar memenuhi syarat. Untuk menjadi konselor yang baik, seseorang perlu menguasai keterampilan dasar, bai kerampilan pribadi dalam memberikan konseling maupun kematangan dalam penyusunan program bimbingan dan konseling disekolah.
2.      Konselor disekoalah dianggap sebagai polisi sekolah
Konselor ditugaskan mencari mencarisiswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk mengambil tindakan bagi siswa-siswi yang bersalah.konselor didoronguntuk mencari bukti-bukti atau berusaha agar siswa mengaku bahwa ia telah berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya atau kurang wajar, atau merugikan. Berdasarkan pandangan itu , wajar bila siswa tidak mau datang kepada konselor karena menganggap bahwa dengan datang kepada konselor berarti menunjukkan aib, ia mengalami ketidakberesan tertentu, ia tidak dapat berdiri sendiri, ia telah berbuat salah, atau predikat-predikat negative lainnya. Pada hal, sebaliknya dari segenap anggapan yang merugikan itu disekolah konselor haruslah menjadi teman dan kepercayaan siswa serta tempat pencurahan kepentingan siswa.
3.      Bimbingan dan konseling semata mata sebagai proses pemberian nasihat.
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Disamping memerlukan pemberian nasihat, pada umumnya klien sesuai dengan masalah yang dialaminya, memerlukan pula pelayanan lain seperti pemberian informasi, penempatan dan penyaluran, konseling, bimbingan belajar, pengalihtangan kepada petugas yang lebih ahli dan berwenang, layanan kepada orang tua siswa dan masyarakat dan lain sebagainya.
4.      Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani yang bersifat incidental.
Pada hakikatnya pelayanan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas, yaitu yang lalu, sekarang dan yang akan datang. Maka petugas BK harus terus memasyarakatkan dan membangun suasana bimbingan dan konseling serta mempu melihat hal hal tertentu yang perlu diolah ditanggulangi, diarahkan, dibangkitkandan secara umum diperhatikandemi perkembangan individu.
5.      Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien klien tertenntu saja.
Bimbingan dan konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus dapat melayani seluruh siswa (Guidance and Caunseling For All). Setiap siswa berhak mendapatkan kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia.
6.      Bimbingan dan konseling melayani orang sakit atau kurang normal
Bimbingan dan konseling tidak melayani orang sakit atau kurang normal karena bimbingan dan konseling hanya melayani orang-orang yang normal yang mengalami masalah. Malalui bantuan psikologi yang diberikan konselor diharapkan orang tersebut dapat terbebas dari masalah yang menghadapinya. Jika seseorang mengalami keabnormalan tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter untuk penyembuhannya

7.      Bimbingan dan konseling bekerja sendiri.
Pelayanan bimbingan dan konseling bukan proses yang terisolasi, melainkan proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya, sosial, lingkungan. Oleh karnanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu berkerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi klien. Meisalnya, Disekolah masalah-masalah yang dihadapi siswa tidak berdiri sendiri. Masalah itu sering kali terkait dengan orang tuan, guru, dan pihak-pihak lain, terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar.
8.      Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif.
Sesuai dengan asas kegiatan, disamping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien harus secara langsung aktif terlibat dalam proses tersebut. Jika kegiatan yang pada dasarnya bersifat usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini konselor maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat atau bahkan tidak berjalan sama sekali.
9.      Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling da[at dilakukan siapapun.
Pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja, jika dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran saja. Tapi jika pekerjaan bimbingan dan konseling dilaksanakan berdasarkan prinsip-prisip keilmuan (mengikuti filosofi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara professional, maka pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.
10.  Pelayanan bimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama saja.
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala atau keluhan awal yang disampaikan oleh klien. Namun demikian, jika permasalahan itu dilanjutkan, dialami, dan dikembangkan, sering kali ternyata bahwa masalah yang sebenarnya lebuh jauh, lebih luas dan lebih pelik apa yang sekedar tampak atau disampaikan itu. Konselor tidak boleh terpukau oleh keluhan atau masalah yang pertama yang disampaikan oleh klien. Konselor harus mampu menyelami sedalam-dalamnya masalah klien yang sebenarnya.
11.  Menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter atau psikiater.
pekerjaan bimbingan dan konseling tidak lah persis sama dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Dokter atau psikiater berkerja dengan orang sakit, sedangkan konselor berkerja dengan orang yang normal(sehat namun sedang mengalami masalah). Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental / psikis, modifikasi perilaku, teknik-teknik khas bimbingan dan konseling.
12.  Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan koseling harus segera dapat dilihat.
Usaha-usaha bimbingan dan konseling bukanlah hal yang instant, tapi menyangkut aspek-aspek psikologi/mental dan tingkah laku yang kompleks. Maka proses ini tidak bisa didesak-desakkan agar cepat matang dan selesai. Pendekatan ingin mencapai hasil segera justeru dapat melemahkan proses itu sendiri. Ini bukan berarti bahwa usaha bimbingan dan konseling boleh santai-santai saja menghadapi masalah klien, karena proses bimbingan dan konseling adalah hal yang serius dan penuh dinamika, maka harus wajar dan penuh tanggung jawab.
13.  Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien.
Segala cara yang dipakai untuk mengatasi masalah harus disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan cara yang sama, bahkan masalah yang sama sekalipun.
14.  Memusatkan usaha bimbingan dan konseling hanya pada penggunaan instrumentasi bimbingan dan konseling (misalnya tes, inventori, angket, dan alat pengungkap lainnya).
Perlu diketahui bahwa perlengkapan dan sarana utama yang pasti ada dan dapat dikembangkan pada diri konselor ialah keterampial pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakan instrument (tes, inventori, angket, dan sebagainya itu) hanyalah sekadar pembantu. Ketiadaan alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, ataupun melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan bimbingan dan konseling.
15.  Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya mengenai masalah masalah yang ringan saja
Ukuran berat-ringanya suatu masalah memang menjadi relative, seringkali masalah seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam ternyata masalah itu sangat kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh ternyata hanya masalah ringan saja. Terlepas  berat ringan yang paling penting bagi konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas.

Ada beberapa penyebap timbulnya kesalah pahaman dalam Bimbingan dan konseling diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Kesalahpahaman-kesalahpahaman diatas diakibatkan karena bidang BK masih tergolong baru dan merupakan produk impor sehingga menyebabkan para pelaksanaannya dilapangan belum terlalu mengetahui BK secara menyeluruh (Prayitno: Dasar-dasar bimbingan dan konseling, 2004).
2.      Penyebabnya dari konselor itu sendiri. Banyak yang bukan dari tamatan BK itu sendiri yang menjadi pelaksanan BK, sehingga tidak efesiennya pelaksanaan BK dilapangan, dan juga pelaksanaan yang belum efesin dari guru BK itu sendiri, tidak jelasnya program yang akan dijalankan, baik program harian, mingguan, bulanan maupun semesteran, walaupun dia dari tamatan BK itu sendiri.
3.      Masih belum disepakatinya penggunaan istilah Bimbingan dan Konseling itu sendiri, di Indonesia masih ada yang menggunakan istilah pelayanan BP, BK, dan konseling, dan ini juga mempengaruhi persepsi masyarakat tentang pelayanan yang dilakukan oleh petugas BK dilapangan.

















DAFTAR PUSTAKA
Drs. Tohirin, M.Pd, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, PT. Raja Grafindo, Jakarta 2007
Rubino Rubiyanto Dkk. 2008. Bimbingan Konseling SD. Surakarta : BP-FKIP UMS
Tekla NH, S.Pd. Mengenal Bimbingan Konseling. blogspot@www.google.com


5 komentar:

  1. yups sama sama 13mugilestari.blogspot.co.id

    BalasHapus
  2. sangat membantu, tetapi tolong di perhatikan saat menulis karena banyak yang harus di perbaiki

    BalasHapus
  3. Mantap infonya sangatlah ilmiah
    www.duniaremaja.xyz

    BalasHapus

Next Prev
▲Top▲