MASALAH KONFLIK SOSIAL

| Sabtu, 18 Januari 2014
MASALAH KONFLIK SOSIAL






Disusun Oleh :
Muhammad Sucahyo            (A510120235)
Wiwik Ekowati                      (A510120217)
Farida Rahmawati                 (A510120227)





PROGRAM S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latarbelakang Masalah.
Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan sesama manusia. Ketika berinteraksi dengan sesama manusia, selalu diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan demikian konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia. Konflik biasanya diberi pengertian sebagai satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua pihak atau lebih.
Demonstrasi yang dilakukan untuk menentang kebijakan negara adalah salah satu bentuk perbedaan pendapat dan kepentingan antara kelompok masyarakat dengan negara atau dengan kelompok lainnya. Fenomena ini termasuk dalam kategori konflik, walaupun tidak mengarah kepada pertentangan fisik. Konflik juga dimaknai sebagai suatu proses yang mulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang diperhatikan oleh pihak pertama. Suatu ketidakcocokan belum bisa dikatakan sebagai suatu konflik bilamana salah satu pihak tidak memahami adanya ketidakcocokan tersebut (Robbins, 1996).
Konflik bisa terjadi karena hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki tujuan-tujuan yang tidak sejalan (Fisher, dalam Saputro, 2003). Konflik juga merupakan suatu interaksi yang antagonis mencakup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas mulai dari bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tak langsung, sampai pada bentuk perlawanan terbuka (Clinton dalam Soetopo dan Supriyanto, 2003). Konflik dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi yang disebabkan oleh adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen, serta menimbulkan perbedaan pendapat, keyakinan dan ide (Mulyasa, 2003).
Semua konflik seringkali dipandang sebagai pencapaian tujuan satu pihak dan merupakan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain. Hal ini karena seringkali orang memandang tujuannya sendiri secara lebih penting, sehingga meskipun konflik yang ada sebenarnya merupakan konflik yang kecil, seolah-olah tampak sebagai konflik yang besar. Konflik muncul diakibatkan salah satunya perebutan sumberdaya.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah;
1.      Apa pengertian dari masalah konflik sosial?
2.      Apa sajakah sumber dari konflik sosial?
3.      Apa saja bentuk bentuk konflik itu?
4.      Bagaimana proses terjadinya konflik?
5.      Bagaimana cara penyelesaian konflik?

C.     Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah:
1.      Kita dapat mengetahui pengertian dari masalah konflik sosial
2.      Kita dapat berbagai penyebap timbulnya konflik
3.      Kita dapat mengetahui bentuk bentuk konflik yang ada
4.      Kita dapat mengetahui bagaimana proses terjadinya konflik
5.      Kita dapat mengetahui bagaimana cara menyelesaikan konflik


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Masalah Konflik Sosial.
Manusia adalah makhluk sosial  yang selalu melakukan interaksi dalam menjalani kehidupanya. Dan dalam menlakukan interaksi pasti ada dua hal yang sering terjadi yaitu konflik dan kerjasama. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa konflik merupakan sesuatu  hal yang wajar dan sering terjadi dalam masyarakat, sehingga konflik sosial merupakan bagian dari kehidupan manusia.
Konflik berasal dari bahasa latin, yaitu configere yang berati saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu aktifitas sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatanya tidak berdaya.
Konflik dalam pengertian luas mencakup konflik secara fisik dan non fisik (lisan, pendapat, ide, kepentingan). Konflik dalam derajat yang longgar atau lemah, misalnya perbedaan ide dan pendapat. Konflik dalam derajat tinggi seperti pertentangan fisik, kerusakan, revolusi, bahkan perang.
Jadi, konflik biasanya diberi pengertian sebagai satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua pihak atau lebih. Pertentangan ini bisa berbentuk pertentangan fisik dan non-fisik.
Dalam hubungannya dengan pertentangan sebagai konflik, Marck, Synder dan Gurr membuat kriteria yang menandai suatu pertentangan sebagai konflik:
1.      Pertama, sebuah konflik harus melibatkan dua atau lebih pihak di dalamnya;
2.      Kedua, pihak-pihak tersebut saling tarik-menarik dalam aksi-aksi saling memusuhi (mutualy opposing actions);
3.       Ketiga, mereka biasanya cenderung menjalankan perilaku koersif untuk menghadapi dan menghancurkan “sang musuh”.
4.       Keempat, interaksi pertentangan di antara pihak-pihak itu berada dalam keadaan yang tegas, karena itu keberadaan peristiwa pertentangan itu dapat dideteksi dan dimufakati dengan mudah oleh para pengamat yang tidak terlibat dalam pertentangan.

B.     Sumber Masalah Konflik Sosial
Masalah konflik sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia itu disebapkan oleh berbagai hal, terkadang masalah kecilpun dapat menjadi timbulnya masalah konflik sosial tetapi terkadang juga tidak. Begitu beragamnya sumber konflik yang terjadi antar manusi sehingga sangat sulit untuk dideskripsikan secara jelas dan terperinci. Terkadang dikarenakan sesuatu yang seharusnya bisa menjadi sumber konflik, tetapi pada kelompok manusia tertentu ternyata tidak menjadi sumber konflik, demikian halnya sebaliknya. Kadang sesuatu yang sifatnya sepele bisa menjadi sumber konflik antara manusia. Kesimpulannya sumber konflik itu sangat beragam dan kadang sifatnya tidak rasional. Oleh karena kita tidak bisa menetapkan secara tegas bahwa yang menjadi sumber konflik adalah sesuatu hal tertentu, apalagi hanya didasarkan pada hal-hal yang sifatnya rasional. Pada umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan sebagai berikut:
·         perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan.
·         langkanya sumber daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan posisi.
·         persaingan.
Menurut Johnson (1991) ketika kebutuhan, nilai dan tujuan saling bertentangan, ketika sejumlah sumber daya menjadi terbatas, dan ketika persaingan untuk suatu penghargaan serta hak-hak istimewa muncul, konflik kepentingan akan muncul.
Menurut Anoraga (dalam Saputro, 2003) suatu konflik dapat terjadi karena perbendaan pendapat, salah paham, ada pihak yang dirugikan, dan perasaan sensitif.
1.      Perbedaan pendapat.
Suatu konflik yang terjadi karena pebedaan pendapat dimana masing-masing pihak merasa dirinya benar, tidak ada yang mau mengakui kesalahan, dan apabila perbedaan pendapat tersebut amat tajam maka dapat menimbulkan rasa kurang enak, ketegangan dan sebagainya.
2.      Salah Paham.
Salah paham merupakan salah satu hal yang menimbulkan konflik. Misalnya tindakan dari seseorang yang tujuan sebenarnya baik tetapi diterima sebaliknya oleh individu lainnya.



3.      Ada pihak yang dirugikan.
Tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau masing-masing pihak merasa dirugikan pihak lain sehingga seseorang yang dirugikan merasa kurang enak, kurang senang atau bahkan membenci.
4.      Perasaan sensitif
Seseorang yang terlalu perasa sehingga sering menyalah artikan tindakan orang lain. Contoh, mungkin tindakan seseorang wajar, tetapi oleh pihak lain dianggap merugikan.
Berbeda pula dengan pendapat Mangkunegara (2001) bahwa penyebab konflik dalam organisasi adalah:
(1) koordinasi kerja yang tidak dilakukan,
(2) ketergantungan dalam pelaksanaan tugas,
(3) tugas yang tidak jelas (tidak ada diskripsi jabatan),
(4) perbedaan dalam orientasi kerja,
(5) perbedaan dalam memahami tujuan organisasi,
(6) perbedaan persepsi,
(7) sistem kompetensi intensif (reward), dan
(8) strategi permotivasian yang tidak tepat.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang sumber konflik sebagaimana dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat ditegaskan bahwa sumber konflik dapat berasal dari dalam dan luar diri individu. Dari dalam diri individu misalnya adanya perbedaan tujuan, nilai, kebutuhan serta perasaan yang terlalu sensitif. Dari luar diri individu misalnya adanya tekanan dari lingkungan, persaingan, serta langkanya sumber daya yang ada. Jadi, faktor penyebab konflik antara lain:
a.       Perbedaan individu
Perbedaan kepribadian antar individu bisa menjadi faktor penyebab terjadinya konflik, biasanya perbedaan individu yang menjadi sumber konflik adalah perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik, artinya setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbedabeda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
b.      Perbedaan Latarbelakang Kebudayaan.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
c.       Perbedaan kepentingan dan pendirian antar indivvidu atau kelompok manusia
masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda- beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan.
d.      Perubahan perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotong royongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.  Perubahan yang terlalu cepat dapat menyebapkan konflik karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang  telah sejak lama ada.

C.    Bentuk Konflik Sosial
Konflik yang terjadi pada manusia ada berbagai macam ragamnya, bentuknya, dan jenisnya.
Soetopo (1999) mengklasifikasikan jenis konflik, dipandang dari segi materinya menjadi empat, yaitu:

1.      Konflik tujuan
Konflik tujuan terjadi jika ada dua tujuan yang kompetitif.
2.      Konflik perasaan.
Konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan tiap peranan tidak selalu memiliki kepentingan yang sama.
3.      Konflik nilai.
Konflik nilai dapat muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap individu dalam organisasi tidak sama, sehingga konflik dapat terjadi antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan organisasi.
4.      Konflik kebijakan.
Konflik kebijakan dapat terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap perbedaan kebijakan yang dikemuka- kan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.

Furman & McQuaid (dalam Farida, 1996) Memandang  dari akibat maupun cara penyelesaiannya  membedakan konflik dalam dua tipe yang berbeda, yaitu konflik destruktif dan konstruktif.
1.      Konflik dipandang destruktif  terjadi dalam  frekuensi yang tinggi dan menyita sebagian besar kesempatan individu untuk berinteraksi. Ini menandakan bahwa problem tidak diselesaikan secara kuat. Sebaliknya, konflik yang konstruktif terjadi dalam frekuensi yang wajar dan masih memungkinkan individu-individunya berinteraksi secara harmonis.
2.      Dalam konflik destruktif Konflik diekspresikan dalam bentuk agresi seperti ancaman atau paksaan dan terjadi pembesaran konflik baik pembesaran masalah yang menjadi isu konflik maupun peningkatan jumlah individu yang terlibat. Dalam konflik yang konstruktif isu akan tetap terfokus dan dirundingkan melalui proses pemecahan masalah yang saling menguntungkan.
3.      Destruktif Konflik berakhir dengan terputusnya interaksi antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam konflik yang konstruktif, kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat akan tetap terjaga.
Sedangkan Handoko (1984) membagi konflik menjadi 5 jenis yaitu:
1.      konflik dari dalam individu,
2.      konflik antar individu dalam organisasi yang sama,
3.      konflik antar individu dalam kelompok,
4.      konflik antara kelompok dalam organisasi,
5.      konflik antar organisasi.

Menurut Dahrendorf (1986), konflik dibedakan menjadi 4 macam yaitu:
1.      konflik  dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role).
2.      konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank)
3.      konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
4.      konflik antar satuan nasional (perang saudara).
            Para pakar teori konflik mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut.
1.      Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
2.      Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
3.      Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
4.      Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.



D.    Proses Konflik Sosial
1.      oposisi atau ketidak cocokan potensial;
Oposisi atau ketidakcocokan potensial adalah adanya kondisi yang mencipta-kan kesempatan untuk munculnya koinflik. Kondisi ini tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul.
2.       Kognisi dan personalisasi;
Kognisi dan personalisasi adalah persepsi dari salah satu pihak atau masing-masing pihak terhadap konflik yang sedang dihadapi. Kesadaran oleh satu pihak atau lebih akan eksistensi kondisi-kondisi yang menciptakan kesempatan untuk timbulnya konflik.
3.      Maksud
Maksud adalah keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu dari pihak-pihak yang berkonflik. Maksud dari pihak yang berkonflik ini akan tercermin atau terwujud dalam perilaku, walaupun tidak selalu konsisten.
4.       Perilaku
Perilaku mencakup pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat untuk menghancurkan pihak lain, serangan fisik yang agresif, ancaman dan ultimatun, serangan verbal yang tegas, pertanyaan atau tantangan terang-terangan terhadap pihak lain, dan ketidaksepakatan atau salahpaham kecil.
5.      Hasil.
Hasil adalah jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik dan menghasilkan konsekuensi. Hasil bisa fungsional dalam arti konflik menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja kelompok oleh pihak-pihak yang berkonflik.

E.     Pola Penyelesaian Konflik
Pola penyelesaian konflik ada bermacam macam dan bebagai cara diantaranya :
1.      Dengan paksaan. Strategi ini umumnya tidak disukai oleh kebanyakan orang. Dengan paksaan, mungkin konflik bisa diselesaikan dengan cepat, namun bisa menimbulkan reaksi kemarahan atau reaksi negatif lainnya.
2.      Denga  penundaan. Cara ini bisa berakibat penyelesaian konflik sampai berlarut-larut.
3.      Dengan  bujukan. Bisa berakibat psikologis, orang akan kebal dengan bujukan sehingga perselisihan akan semakin tajam.
4.      Dengan  koalisi, yaitu suatu bentuk persekutuan untuk mengendalikan konflik. Akan tetapi strategi ini bisa memaksa orang untuk memihak, yang pada gilirannya bisa menambah kadar konflik konflik sebuah ‘perang.
5.      Dengan  tawar-menawar distribusi. Strategi ini sering tidak menyelesaikan masalah karena masing-masing pihak saling melepaskan beberapa hal penting yang mejadi haknya, dan jika terjadi konflik mereka merasa menjadi korban konflik.
6.      Koesistensi damai, yaitu mengendalikan konflik dengan cara tidak saling mengganggu dan saling merugikan, dengan menetapkan peraturan yang mengacu pada perdamaian serta diterapkan secara ketat dan konsekuen.
7.      Dengan  mediasi (perantaraan). Jika penyelesaian konflik menemui jalan buntu, masing-masing pihak bisa menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang berperan secara jujur dan adil serta tidak memihak.
8.      Cara demokratis. Artinya, memberikan peluang kepada masing-masing pihak untuk mengemukakan pendapat dan memberikan keyakinan akan kebenaran pendapatnya sehingga dapat diterima oleh kedua belah pihak.



























BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
1.     konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia. Konflik biasanya diberi pengertian sebagai satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua pihak atau lebih. Pertentangan ini bisa berbentuk pertentangan fisik dan non-fisik, yang pada umumnya berkembang dari pertentangan non-fisik menjadi benturan fisik, yang bisa berkadar tinggi dalam bentuk kekerasan (violent), bisa juga berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan (non-violent). Pertentangan dikatakan sebagai konflik manakala pertentangan itu bersifat langsung, yakni ditandai interaksi timbal balik di antara pihak pihak yang bertentangan.

2.     Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut:
a.       Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (in-group) yang mengalami  konflik dengan kelompok lain
b.      Keretakan hubungan antar kelompokyang bertikai
c.       Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dan lain-lain
d.      Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia, dan
e.       Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik

3.     Strategi yang dipandang lebih efektif dalam pengelolaan konflik meliputi:
a.       Koesistensi damai, yaitu mengendalikan konflik dengan cara tidak saling mengganggu dan saling merugikan, dengan menetapkan peraturan yang mengacu pada perdamaian serta diterapkan secara ketat dan konsekuen
b.      Dengan mediasi (perantaraan). Jika penyelesaian konflik menemui jalan buntu, masing-masing pihak bisa menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang berperan secara jujur dan adil serta tidak memihak.

B.   Saran
Tergantung kita mau mensikapinya bagaimana, apabila konflik kita sikapi dengan baik maka akan menjadikan sesuatu yang berguna dan baik bagi kehidupan. Oleh sebap itulah apabila kita menemui atau terjadi konflik selesaikanlah dengan baik baik, dengan menggunakan kepala dingii jangan menggunakan ego masing masing dan emosi.


DAFTAR PUSTAKA

Ruslan, Dkk. 2003. Konflik komunal di indonesia saat ini. Jakarta : INIS
Setiadi, Elly M, dkk. 2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Kencana: Jakarta.
http://oktisrirahayu.wordpress.com/kesehatan/masalah-konflik-sosial/ DIAKSES JUMAT,17 MEI 2013 JAM 20:00


0 komentar:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲