MASALAH
KONFLIK SOSIAL
Disusun
Oleh :
Muhammad
Sucahyo (A510120235)
Wiwik
Ekowati (A510120217)
Farida
Rahmawati (A510120227)
PROGRAM S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Masalah.
Manusia sebagai makhluk
sosial selalu berinteraksi dengan sesama manusia. Ketika berinteraksi dengan
sesama manusia, selalu diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan
demikian konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia. Konflik biasanya
diberi pengertian sebagai satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide,
pendapat, faham dan kepentingan di antara dua pihak atau lebih.
Demonstrasi yang dilakukan untuk menentang kebijakan negara adalah salah
satu bentuk perbedaan pendapat dan kepentingan antara kelompok masyarakat
dengan negara atau dengan kelompok lainnya. Fenomena ini termasuk dalam
kategori konflik, walaupun tidak mengarah kepada pertentangan fisik. Konflik
juga dimaknai sebagai suatu proses yang mulai bila satu pihak merasakan bahwa
pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi
secara negatif, sesuatu yang diperhatikan oleh pihak pertama. Suatu
ketidakcocokan belum bisa dikatakan sebagai suatu konflik bilamana salah satu
pihak tidak memahami adanya ketidakcocokan tersebut (Robbins, 1996).
Konflik bisa terjadi karena hubungan antara dua pihak atau lebih (individu
atau kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki tujuan-tujuan yang tidak
sejalan (Fisher, dalam Saputro, 2003). Konflik juga merupakan suatu interaksi
yang antagonis mencakup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas mulai dari
bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tak langsung, sampai pada
bentuk perlawanan terbuka (Clinton dalam Soetopo dan Supriyanto, 2003). Konflik
dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau pertentangan pendapat antara
orang-orang, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi yang disebabkan oleh
adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen, serta
menimbulkan perbedaan pendapat, keyakinan dan ide (Mulyasa, 2003).
Semua konflik seringkali dipandang sebagai pencapaian tujuan satu pihak dan
merupakan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain. Hal ini karena seringkali
orang memandang tujuannya sendiri secara lebih penting, sehingga meskipun
konflik yang ada sebenarnya merupakan konflik yang kecil, seolah-olah tampak
sebagai konflik yang besar. Konflik muncul diakibatkan salah satunya perebutan
sumberdaya.
B. Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah dari makalah ini adalah;
1. Apa
pengertian dari masalah konflik sosial?
2. Apa
sajakah sumber dari konflik sosial?
3. Apa
saja bentuk bentuk konflik itu?
4. Bagaimana
proses terjadinya konflik?
5. Bagaimana
cara penyelesaian konflik?
C. Tujuan
Tujuan
dari penulisan ini adalah:
1. Kita
dapat mengetahui pengertian dari masalah konflik sosial
2. Kita
dapat berbagai penyebap timbulnya konflik
3. Kita
dapat mengetahui bentuk bentuk konflik yang ada
4. Kita
dapat mengetahui bagaimana proses terjadinya konflik
5. Kita
dapat mengetahui bagaimana cara menyelesaikan konflik
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masalah Konflik Sosial.
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi dalam
menjalani kehidupanya. Dan dalam menlakukan interaksi pasti ada dua hal yang
sering terjadi yaitu konflik dan kerjasama. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa
konflik merupakan sesuatu hal yang wajar
dan sering terjadi dalam masyarakat, sehingga konflik sosial merupakan bagian
dari kehidupan manusia.
Konflik berasal dari bahasa latin, yaitu configere yang
berati saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu
aktifitas sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah
satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatanya tidak berdaya.
Konflik dalam pengertian luas mencakup konflik secara fisik
dan non fisik (lisan, pendapat, ide, kepentingan). Konflik dalam derajat yang
longgar atau lemah, misalnya perbedaan ide dan pendapat. Konflik dalam derajat
tinggi seperti pertentangan fisik, kerusakan, revolusi, bahkan perang.
Jadi, konflik biasanya diberi pengertian sebagai satu bentuk
perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua
pihak atau lebih. Pertentangan ini bisa berbentuk pertentangan fisik dan non-fisik.
Dalam
hubungannya dengan pertentangan sebagai konflik, Marck, Synder dan Gurr membuat
kriteria yang menandai suatu pertentangan sebagai konflik:
1.
Pertama, sebuah konflik harus melibatkan dua atau lebih pihak di dalamnya;
2.
Kedua, pihak-pihak tersebut saling tarik-menarik dalam aksi-aksi saling
memusuhi (mutualy opposing actions);
3.
Ketiga, mereka biasanya cenderung menjalankan perilaku koersif untuk
menghadapi dan menghancurkan “sang musuh”.
4.
Keempat, interaksi pertentangan di antara pihak-pihak itu berada dalam
keadaan yang tegas, karena itu keberadaan peristiwa pertentangan itu dapat
dideteksi dan dimufakati dengan mudah oleh para pengamat yang tidak terlibat
dalam pertentangan.
B. Sumber Masalah Konflik Sosial
Masalah
konflik sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia itu disebapkan oleh
berbagai hal, terkadang masalah kecilpun dapat menjadi timbulnya masalah
konflik sosial tetapi terkadang juga tidak. Begitu beragamnya sumber konflik
yang terjadi antar manusi sehingga sangat sulit untuk dideskripsikan secara
jelas dan terperinci. Terkadang dikarenakan sesuatu yang
seharusnya bisa menjadi sumber konflik, tetapi pada kelompok manusia tertentu
ternyata tidak menjadi sumber konflik, demikian halnya sebaliknya. Kadang sesuatu
yang sifatnya sepele bisa menjadi sumber konflik antara manusia. Kesimpulannya
sumber konflik itu sangat beragam dan kadang sifatnya tidak rasional. Oleh
karena kita tidak bisa menetapkan secara tegas bahwa yang menjadi sumber
konflik adalah sesuatu hal tertentu, apalagi hanya didasarkan pada hal-hal yang
sifatnya rasional. Pada umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan sebagai
berikut:
·
perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan.
·
langkanya sumber daya seperti kekuatan,
pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan posisi.
·
persaingan.
Menurut
Johnson (1991) ketika kebutuhan, nilai dan tujuan saling bertentangan, ketika
sejumlah sumber daya menjadi terbatas, dan ketika persaingan untuk suatu
penghargaan serta hak-hak istimewa muncul, konflik kepentingan akan muncul.
Menurut Anoraga (dalam Saputro, 2003)
suatu konflik dapat terjadi karena perbendaan pendapat, salah paham, ada pihak
yang dirugikan, dan perasaan sensitif.
1.
Perbedaan pendapat.
Suatu konflik yang terjadi karena pebedaan pendapat dimana masing-masing
pihak merasa dirinya benar, tidak ada yang mau mengakui kesalahan, dan apabila
perbedaan pendapat tersebut amat tajam maka dapat menimbulkan rasa kurang enak,
ketegangan dan sebagainya.
2.
Salah Paham.
Salah paham merupakan salah satu hal yang menimbulkan konflik. Misalnya
tindakan dari seseorang yang tujuan sebenarnya baik tetapi diterima sebaliknya
oleh individu lainnya.
3.
Ada pihak yang dirugikan.
Tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau
masing-masing pihak merasa dirugikan pihak lain sehingga seseorang yang
dirugikan merasa kurang enak, kurang senang atau bahkan membenci.
4.
Perasaan sensitif
Seseorang yang terlalu
perasa sehingga sering menyalah artikan tindakan orang lain. Contoh, mungkin
tindakan seseorang wajar, tetapi oleh pihak lain dianggap merugikan.
Berbeda
pula dengan pendapat Mangkunegara (2001) bahwa penyebab konflik dalam
organisasi adalah:
(1)
koordinasi kerja yang tidak dilakukan,
(2)
ketergantungan dalam pelaksanaan tugas,
(3)
tugas yang tidak jelas (tidak ada diskripsi jabatan),
(4)
perbedaan dalam orientasi kerja,
(5)
perbedaan dalam memahami tujuan organisasi,
(6)
perbedaan persepsi,
(7)
sistem kompetensi intensif (reward), dan
(8)
strategi permotivasian yang tidak tepat.
Berdasarkan
beberapa pendapat tentang sumber konflik sebagaimana dikemukakan oleh beberapa
ahli, dapat ditegaskan bahwa sumber konflik dapat berasal dari dalam dan luar
diri individu. Dari dalam diri individu misalnya adanya perbedaan tujuan,
nilai, kebutuhan serta perasaan yang terlalu sensitif. Dari luar diri individu
misalnya adanya tekanan dari lingkungan, persaingan, serta langkanya sumber
daya yang ada. Jadi, faktor penyebab konflik antara lain:
a.
Perbedaan individu
Perbedaan kepribadian antar individu bisa menjadi faktor penyebab terjadinya
konflik, biasanya perbedaan individu yang menjadi sumber konflik adalah
perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik,
artinya setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu
dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau
lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab
dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan
kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman,
tentu perasaan setiap warganya akan berbedabeda. Ada yang merasa terganggu
karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
b.
Perbedaan Latarbelakang Kebudayaan.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran
dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada
akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
c.
Perbedaan kepentingan dan pendirian antar
indivvidu atau kelompok manusia
masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda- beda.
Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang
berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal
pemanfaatan hutan.
d.
Perubahan perubahan nilai yang cepat dan
mendadak dalam masyarakat
Perubahan adalah sesuatu
yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau
bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.
Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang
mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat
tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai
masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotong
royongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan
menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan
struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Perubahan yang terlalu cepat dapat
menyebapkan konflik karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat
yang telah sejak lama ada.
C. Bentuk Konflik Sosial
Konflik yang terjadi pada manusia ada berbagai macam ragamnya, bentuknya,
dan jenisnya.
Soetopo (1999) mengklasifikasikan jenis konflik, dipandang dari segi
materinya menjadi empat, yaitu:
1.
Konflik tujuan
Konflik tujuan terjadi
jika ada dua tujuan yang kompetitif.
2.
Konflik perasaan.
Konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan
tiap peranan tidak selalu memiliki kepentingan yang sama.
3.
Konflik nilai.
Konflik nilai dapat muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap
individu dalam organisasi tidak sama, sehingga konflik dapat terjadi antar
individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan organisasi.
4.
Konflik kebijakan.
Konflik kebijakan dapat
terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap perbedaan
kebijakan yang dikemuka- kan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.
Furman & McQuaid (dalam Farida, 1996)
Memandang dari akibat maupun cara
penyelesaiannya membedakan konflik dalam
dua tipe yang berbeda, yaitu konflik destruktif dan konstruktif.
1.
Konflik dipandang destruktif terjadi dalam frekuensi yang tinggi dan menyita sebagian
besar kesempatan individu untuk berinteraksi. Ini menandakan bahwa problem
tidak diselesaikan secara kuat. Sebaliknya, konflik yang konstruktif terjadi
dalam frekuensi yang wajar dan masih memungkinkan individu-individunya berinteraksi
secara harmonis.
2.
Dalam konflik destruktif Konflik
diekspresikan dalam bentuk agresi seperti ancaman atau paksaan dan terjadi
pembesaran konflik baik pembesaran masalah yang menjadi isu konflik maupun
peningkatan jumlah individu yang terlibat. Dalam konflik yang konstruktif isu
akan tetap terfokus dan dirundingkan melalui proses pemecahan masalah yang
saling menguntungkan.
3.
Destruktif Konflik berakhir dengan
terputusnya interaksi antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam konflik yang
konstruktif, kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat akan tetap
terjaga.
Sedangkan Handoko (1984) membagi konflik
menjadi 5 jenis yaitu:
1.
konflik dari dalam individu,
2.
konflik antar individu dalam organisasi
yang sama,
3.
konflik antar individu dalam kelompok,
4.
konflik antara kelompok dalam organisasi,
5.
konflik antar organisasi.
Menurut Dahrendorf (1986), konflik
dibedakan menjadi 4 macam yaitu:
1.
konflik dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya
antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role).
2.
konflik antara kelompok-kelompok sosial
(antar keluarga, antar gank)
3.
konflik kelompok terorganisir dan tidak
terorganisir (polisi melawan massa).
4.
konflik antar satuan nasional (perang
saudara).
Para pakar teori konflik mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat
memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi;
pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan
pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut.
1.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua
belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang
terbaik.
2.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita
sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan"
konflik.
3.
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak
lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan"
konflik bagi pihak tersebut.
4.
Tiada pengertian untuk kedua belah pihak
akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.
D. Proses Konflik Sosial
1.
oposisi
atau ketidak cocokan potensial;
Oposisi
atau ketidakcocokan potensial adalah adanya kondisi yang mencipta-kan
kesempatan untuk munculnya koinflik. Kondisi ini tidak perlu langsung mengarah
ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul.
2.
Kognisi dan personalisasi;
Kognisi
dan personalisasi adalah persepsi dari salah satu pihak atau masing-masing
pihak terhadap konflik yang sedang dihadapi. Kesadaran oleh satu pihak atau
lebih akan eksistensi kondisi-kondisi yang menciptakan kesempatan untuk
timbulnya konflik.
3.
Maksud
Maksud
adalah keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu dari pihak-pihak
yang berkonflik. Maksud dari pihak yang berkonflik ini akan tercermin atau
terwujud dalam perilaku, walaupun tidak selalu konsisten.
4.
Perilaku
Perilaku
mencakup pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat untuk menghancurkan pihak
lain, serangan fisik yang agresif, ancaman dan ultimatun, serangan verbal yang
tegas, pertanyaan atau tantangan terang-terangan terhadap pihak lain, dan
ketidaksepakatan atau salahpaham kecil.
5.
Hasil.
Hasil
adalah jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik dan menghasilkan
konsekuensi. Hasil bisa fungsional dalam arti konflik menghasilkan suatu
perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja
kelompok oleh pihak-pihak yang berkonflik.
E.
Pola Penyelesaian Konflik
Pola
penyelesaian konflik ada bermacam macam dan bebagai cara diantaranya :
1.
Dengan paksaan. Strategi ini umumnya tidak
disukai oleh kebanyakan orang. Dengan paksaan, mungkin konflik bisa
diselesaikan dengan cepat, namun bisa menimbulkan reaksi kemarahan atau reaksi
negatif lainnya.
2.
Denga
penundaan. Cara ini bisa berakibat penyelesaian konflik sampai
berlarut-larut.
3.
Dengan
bujukan. Bisa berakibat psikologis, orang akan kebal dengan bujukan
sehingga perselisihan akan semakin tajam.
4.
Dengan
koalisi, yaitu suatu bentuk persekutuan untuk mengendalikan konflik.
Akan tetapi strategi ini bisa memaksa orang untuk memihak, yang pada gilirannya
bisa menambah kadar konflik konflik sebuah ‘perang.
5.
Dengan
tawar-menawar distribusi. Strategi ini sering tidak menyelesaikan
masalah karena masing-masing pihak saling melepaskan beberapa hal penting yang
mejadi haknya, dan jika terjadi konflik mereka merasa menjadi korban konflik.
6.
Koesistensi damai, yaitu mengendalikan
konflik dengan cara tidak saling mengganggu dan saling merugikan, dengan
menetapkan peraturan yang mengacu pada perdamaian serta diterapkan secara ketat
dan konsekuen.
7.
Dengan
mediasi (perantaraan). Jika penyelesaian konflik menemui jalan buntu,
masing-masing pihak bisa menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang
berperan secara jujur dan adil serta tidak memihak.
8.
Cara demokratis. Artinya, memberikan
peluang kepada masing-masing pihak untuk mengemukakan pendapat dan memberikan
keyakinan akan kebenaran pendapatnya sehingga dapat diterima oleh kedua belah
pihak.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
konflik merupakan bagian
dari kehidupan manusia. Konflik biasanya diberi pengertian sebagai satu bentuk
perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua
pihak atau lebih. Pertentangan ini bisa berbentuk pertentangan fisik dan
non-fisik, yang pada umumnya berkembang dari pertentangan non-fisik menjadi
benturan fisik, yang bisa berkadar tinggi dalam bentuk kekerasan (violent),
bisa juga berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan (non-violent).
Pertentangan dikatakan sebagai konflik manakala pertentangan itu bersifat
langsung, yakni ditandai interaksi timbal balik di antara pihak pihak yang
bertentangan.
2.
Hasil dari sebuah konflik
adalah sebagai berikut:
a.
Meningkatkan solidaritas
sesama anggota kelompok (in-group) yang mengalami konflik dengan kelompok
lain
b.
Keretakan hubungan antar
kelompokyang bertikai
c.
Perubahan kepribadian pada
individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dan lain-lain
d.
Kerusakan harta benda dan
hilangnya jiwa manusia, dan
e.
Dominasi bahkan penaklukan
salah satu pihak yang terlibat dalam konflik
3. Strategi yang dipandang lebih efektif dalam pengelolaan
konflik meliputi:
a.
Koesistensi damai,
yaitu mengendalikan konflik dengan cara tidak saling mengganggu dan saling
merugikan, dengan menetapkan peraturan yang mengacu pada perdamaian serta
diterapkan secara ketat dan konsekuen
b.
Dengan mediasi
(perantaraan). Jika penyelesaian konflik menemui jalan buntu, masing-masing
pihak bisa menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang berperan secara
jujur dan adil serta tidak memihak.
B.
Saran
Tergantung kita mau mensikapinya bagaimana, apabila konflik
kita sikapi dengan baik maka akan menjadikan sesuatu yang berguna dan baik bagi
kehidupan. Oleh sebap itulah apabila kita menemui atau terjadi konflik
selesaikanlah dengan baik baik, dengan menggunakan kepala dingii jangan
menggunakan ego masing masing dan emosi.
DAFTAR PUSTAKA
Ruslan,
Dkk. 2003. Konflik komunal di indonesia
saat ini. Jakarta : INIS
Setiadi,
Elly M, dkk. 2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Kencana: Jakarta.
http://oktisrirahayu.wordpress.com/kesehatan/masalah-konflik-sosial/
DIAKSES JUMAT,17 MEI 2013 JAM 20:00
0 komentar:
Posting Komentar